Surat

Aku ingat saat pertama kali aku mengenalmu. Umurku tiga tahun dan engkaukah satu-satunya orang yang mengajakku jalan-jalan setiap senja. Waktu itu motormu masih sederhana keluaran perusahaan tidak ternama. Engkau menceritakan padaku bahwa dunia ini indah, aku harus pergi lebih jauh agar menyadarinya. Tapi rumah tetaplah markas terbaik untuk menyusun taktik jitu menghadapi dunia.

Umurku enam tahun saat itu. Aku tidak punya keahlian lebih hebat selain sudah mampu membaca. Engkau membelikan buku dongeng pertamaku di alun-alun kota saat cuaca senja yang cerah. Buku itu terus kubaca dan pernah menginspirasiku untuk menjadi penulis cerita anak-anak. Tapi ingatkah engkau, dulu alun-alun masih sepi saat senja, hanya ada anak kecil yang bermain dan permen kapas di pinggir jalan. Sekarang tempat itu telah sempurna. Lebih indah, lebih bagus, dan banyak lampu-lampu cantik di pinggir jalan bukan lagi permen kapas. Namun sekarang engkau tak pernah lagi mengajakku kesana. Aku telah tumbuh. Waktu telah berjalan.

Aku akan selalu ingat semua pengorbanan yang engkau lakukan. Aku percaya Tuhan selalu melengkapi kehidupan manusia dengan dua sisi. Baik dan buruk. Dan engkaulah bagian terbaik yang aku punya.
Banyak teman-temanku iri karena aku memilikimu. Aku selalu berdoa semoga Tuhan memberkati kita. Karena itulah kita pantas bahagia.

Aku ingat engkau berkata,

Kamu harus pergi jauh
Menjangkau dunia lebih tinggi lagi
Kamu harus mampu membuktikan pada mereka bahwa kamu mampu
Dunia akan terasa mudah saat engkau telah menggapainya

Engkau telah menjadi alasan aku berjuang sejauh ini. Seperti senja yang hanya datang sekelebat. Seperti itulah saat-saat terbaik akan datang. Aku ingin bekerja sama dengan semesta untuk menjadi lebih baik. Membuatmu bangga. Engkaulah bagian terbaik dari semesta.
.
.
.
Juli, 2017
Surat untuk ayah

13 pemikiran pada “Surat

Tinggalkan komentar