Tentang Kota dan Sebuah Karya

image
Pinterest.com

Aku jatuh cinta pada sebuah kota. Kau tak menetap disana atau bahkan tak pernah mampir kesana. Kau membencinya dengan sempurna. Kota itu adalah daerah peninggalan Belanda yang megah di dekat laut. Sebuah kota dengan iringan lampu-lampu saat malam namun akan padam saat siang. Kota itu bukan impian semua orang tapi impianku.
Tak ada yang berharap tenang tinggal disana. Tidak akan ada seniman jalanan, toko bunga di pinggir jalan, penari-penari yang anggun atau pelukis di alun-alun. Yang ada hanya kerumunan manusia yang sibuk dengan kehidupan masing-masing. Bangunan tinggi di setiap mata memandang dan macetnya jalan saat pergi atau pulang kerja. Kota itu bukan impianmu tapi impianku.

Dari sanalah pengelana memulai mimpinya untuk berpetualang dalam hidupnya sendiri. Menimbang-nimbang yang pas dan yang tidak untuk dibawa pergi. Dia belum menyerah. Belum. Masih akan terus bermimpi. Meski kau tahu, kegagalan adalah beban di punggungnya. Satu-satunya alasan ia menangis tiap malamnya. Dan luka-luka itu pasti akan menganga lagi namun dengan pasti akan menutup kembali. Ia hanya butuh waktu dan ruang.

Dia sedang mengerjakan sebuah karya sederhana. Karya itu cuma rentetan cerita yang melibatkan dimensi khayal dan pikiran ekstra. Sederhana mungkin sangat pas dan cocok jika dijadikan bagian untuk mendefinisikan. Sebuah karya untuk menunjukkan kepada dunia bahwa dia ada dan bukan pecundang seperti yang mereka katakan. Sebuah karya yang lahir tanpa ada paksaan. Murni, netral dan bebas. Tak ada himpitan seperti udara di alam. Bebas.
Dan dimensi itu. Putaran waktu yang membentuk narasi dan hanya perlu sarana untuk diketahui semua orang. Tentang beban hidup dan kegagalan yang harusnya bisa membangkitkan. Sebab jatuh tak selamanya buruk. Jatuh akan mengajari bagaimana caranya bangkit. Dimensi itu melibatkan bintang-bintang di atas langit kota, juga menara-menara tinggi 50 kaki. Dia percaya jika lebih dekat dengan langit akan melebarkan dimensinya juga inspirasinya. Dan semoga karya itu adalah sebuah awal bukan sebuah akhir.
.
.
.
Aku bermimpi kita menatap bintang di Surabaya. Secangkir Kopi hangat di tangan masing-masing dan siap di hirup. Aromanya menguap bersama angin yang berembus.
Aku bermimpi kita punya rumah di menara tinggi. Dan beribu celah yang memperlihatkan langit. Langit yang merupa atap seolah rumah kita adalah seluruh ranah di Bumi.
Aku bermimpi kita punya karya bersama. Sebagai hadiah. Atau sepatah kata yang lupa terucap dan sengaja tak diucap saat tanggal dan bulannya tiba.
Aku bermimpi mimpiku bukanlah mimpi.
Catatan singkat di bulan Mei saat hujan datang untuk pertama kali.

26 pemikiran pada “Tentang Kota dan Sebuah Karya

  1. Semesta megah
    Alam indah
    Toh, Bumi manusia
    Selalu punya alasan untuk gundah
    Apalagi, konon
    Dalam satu atau lain ketika
    Dengan satu atau lain cara
    Orang memang sering
    Terposisikan untuk harus pindah..

    (PS: Eh ni sebenernya komennya nyambung nggak sih? 🙂 )

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar