Temaram sunyi…
Kegelapan membelenggu abu-abu
Alunan lugu diperaduan mentari senja
Menutupi langit senyap tak bertuah
Menduga-duga yang tiada, berkisah pada yang tak bersahaja
Gulita mulai menerkam dalam tangis kecil
Menjelajahi semesta sunyi,
Engkau terjaga dalam malam yang tak berpenghuni
Bersama tempias kecil, titik pada langit
Bintang…
Kulihat ragamu masih disana
Di batas langit senja, menunggu kejora datang
Lalu mulai menulis ribuan puisi
Dan kembali abadi seperti horizon
Waktu ini terlalu cepat, Tuan
Lantaran puisi lama yang kita cipta
Tak akan mampu mencukupi dahaga
Lantas irama yang berdendang
Tertilas oleh suara gerimis yang menyela datang
Disana kita terpisah, tak lagi bertemu
Ketika batas langit terbagi dua
Menjemput gelap bersama luka dan cahaya yang menggurat malam
Lalu luka ini menyayat sekujur tubuh
Tak lagi hidup, kaku, beku…
Ini puisiku, Tuan…
Dari sekian imaji yang terkuak olehmu
Yang membentuk delusi dari sepersekian mimpi
Mereka tak lagi cukup untuk memulai pagi
Namun aku masih menulisnya, Tuan
Syair kecil dalam buta dan berkabut
Yang setiap pagi rindu selalu menjemput
Engkau semanis yang kuceritakan pada hujan
Yang tampak dari siluet hitam senja
Ketika mentari mulai kehilangan silaunya
Engkau masih di batas langitku
Saat remang-remang puisiku mengintip bayangmu
Engkau yang kuteduhi seperti alamanda
Ketika mereka bermekaran ,penuh kehidupan
Ini bukan tentang akhir yang bahagia, Tuan
Ini tentang sebuah kisah,ย
Ketika rinai hujan selalu datang
Dan wajahmu selalu terbayang sebelum pejam
Nice…
SukaDisukai oleh 1 orang
Thanks๐
SukaSuka
Ih ..
Beneran dek aku suka diksinya ๐๐
SukaDisukai oleh 1 orang
๐๐๐๐
SukaDisukai oleh 1 orang
“.. Dan wajahmu selalu terbayang sebelum pejam” โ keren ya
SukaDisukai oleh 1 orang
Keren apanya?
SukaSuka
Aku jd membayangkan: sebelum beranjak tidur, selalu dikepung kesedihan. Dan hal itu yang membuat mata sulit sekali memejam
SukaDisukai oleh 1 orang
Sedih boleh tapi jangan terus-terusan๐
SukaDisukai oleh 1 orang